Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada penggunaan sertifikasi palsu dalam kasus pengadaan benih bawang merah pada Dinas Tanaman, Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan dugaan tersebut didalami tim penyidik melalui pemeriksaan lima orang saksi dalam perkara ini. Pemeriksaan dilakukan pada Rabu (15/3) lalu di Polda NTT.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya sertifikasi fiktif dalam pengadaan benih bawang merah pada Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka, NTT," kata Ali dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (17/3).
Adapun kelima saksi yang diperiksa antara lain adalah Kepala UPT Pengawasan dan Sertifikasi Benih Provinsi NTT, Ronald Octavianus; dan dosen Politeknik Pertanian Kupang, Laurensius Lehar. Kemudian, tiga saksi lainnya adalah pegawai negeri sipil atas nama Maria I. R. Manek, Agustinus Klau Atok, dan Yahyah.
Diketahui, KPK telah membuka penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan benih bawang merah pada Dinas Tanaman, Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malaka, NTT.
Kasus ini sebelumnya ditangani oleh Polda NTT. Namun, KPK mengambil alih penanganan perkara dan saat ini proses penyidikannya masih berjalan.
KPK telah menetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun, identitas para pelaku belum dapat disampaikan sebelum penahanan dilakukan.
Adapun proses dan tahapan pengambilalihan perkara dilakukan sesuai dengan mekanisme dan kewenangan KPK. Hal ini sesuai dengan Pasal 10A Undang-undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Perlu menjadi penegasan di sini, tentu pengambilalihan sebuah perkara berdasarkan ketentuan dan kewenangan serta mekanisme yang berlaku," kata Ali, Kamis (2/2).
Ali memastikan setiap perkembangan terkait penanganan perkara ini akan disampaikan kepada publik sebagai bentuk transparansi. Sehingga, masyarakat dapat terus melakukan pemantauan terhadap tiap perkara yang tengah ditangani oleh KPK.